Menjadi Guru Profesional

Suatu malam, seorang teman dari Fak. Saintek meminta saya membantunya dalam mengerjakan tugas kuliahnya. Dia dari jurusan Kependidikan, memang. Bahasannya tentang KODE ETIK GURU INDONESIA. Singkatnya, Tugas Kuliah itu berjudul, bagaimana komentar Anda mengenai Kode Etik Guru Indonesia. Lantas Saya dan beberapa teman yang lain memutuskan untuk mengerjakan tugas tersebut di sebuah Cafe hotspot. Itung-itung sambil cari data gratisan.... 

Dalam sebuah perbincangan di sebuah Cafe Hotspot dengan sebuah santapan dan sebuah permasalahan untuk menemukan sebuah pemecahan tentang sebuah kode Etik bernama PROFESIONALISME GURU. -kebanyakan sebuah-. Membaca kembali Kode Etik Profesionalisme Guru mengingatkanku beberapa tahun lampau, ketika masa-masa SMP-SMA. Saya ingin mengenang mereka dalam tulisan ini. Kata seorang Bijak, mengenang bukan berarti membeku di masa lalu, tetapi, bertindak dan berjuang untuknya. Dan saat ini, saya ingin berjuang atas perjuangan mereka dulu. Paling tidak dengan tulisan ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Bapak dan Ibu GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA :
  1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila 
  2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing.
  3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
  4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik.
  5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
  6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya.
  7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan.
  8. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya. 
  9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan
----------------------------------------------------------------------------------------------
Sewaktu SMP, Saya sekolah di sebuah sekolah pinggiran. Sebuah sekolah yang tidak punya banyak prestasi yang bisa dibanggakan-pada waktu itu, karena sekarang keadaanya sudah berbeda. Saat itu angka siswa yang melanjutkan ke jenjang SMA sangat sedikit. Hanya sekitar 20 Persen dari  angka kelulusan. Tentunya ini sangat berimbas pada saya, yang berada pada lingkungan yang kurang kondusif untuk anak-anak yang punya keinginan untuk lanjut sekolah. 

Suatu ketika guru saya, sebut saja Pak Gun, seorang Guru Matematika SMP, bertanya pada saya apakah saya akan melanjutkan ke SMA atau tidak. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Alasannya bermacam-macam. Salah satunya adalah budaya kolot orangtua saya yang kurang respect terhadap kaum Pelajar. Itu kemudian berimbas pada ketidakinginan mereka untuk membiayai sekolah saya. Saya pesimis bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi--paling tidak waktu itu.
Beliau kemudian memberi nasehat kepada saya agar tetap melanjutkan sekolah. Berbagai macam kalimat motivasi beliau sampaikan dengan gayanya yang khas. Dalam bahasa kerennya "GUE SUKA GAYA LOE, PAK" Saat SMP, saya memang salah satu siswa berprestasi. Dan itu cukup menguntungkan saya karena mendapat sokongan dana Segar dari BEASISWA PRESTASI untuk menambal SPP dan kebutuhan Sekolah lain. Hmmm, Saya masih mengingat Panjenenengan, Pak. Cara mengajar beliau yang santai membuat saya merasa nyaman dalam belajar matematika yang konon menjadi pelajaran paling mematikan. Mungkin juga ini yang membuat saya--pada waktu itu--pandai matematika. 

Dalam kesempatan yang lain, Guru yang lain, Pak Tri, beliau adalah Guru Pelajaran PPKn sekaligus yang mengurus Beasiswa  Prestasi saya semasa SMP, pun menanyakan perihal yang sama. Apakah saya akan melanjutkan ke SMA (tanpa imbuhan "atau tidak")? Saya pun tidak bisa menjawabnya. waktu itu saya masih kelas 2 SMP. belum bisa berpikir jangka panjang. Kata Orangtua adalah segala-galanya bagi saya waktu itu. Perintah mereka adalah Sabda Tuhan, atau paling tidak seperti sabda Nabi yang mesti di patuhi. Sami'na wa atha'na...

Secara Pribadi saya punya pengalaman menarik dengan Pak Tri. Ceritanya, pada saat itu, beasiswa prestasi saya sudah "turun". Dan itu mengharuskan saya untuk mengambilnya dan tandatangan langsung di Kantor Pos Kota (sistem pembayaran waktu itu belum secanggih sekarang). Pak Tri pun mengajak saya pergi ke kota bersama dua teman lain yang mendapat beasiswa yang sama. Tak terbayang bagaimana wajah Kota di benak saya, karena memang saya tidak pernah pergi ke kota sebelumnya. Setelah semua berkas dipersiapkan di sekolah, Saya, Pak Tri dan dua teman saya berangkat ke kota. jaraknya sekitar 18 km dari sekolah. tidak cukup jauh, memang. tapi cukup membuat sekat yang nyata antara desa dan kota. 

Pengalaman unik itu membuat saya tidak pernah melupakannya. Itu kali pertama saya masuk kota. kali pertama saya naik Angkot. Kali pertama saya naik Andong. Itu pertama kalinya saya melihat pemandangan kota yang sangat berbeda dengan keseharian saya. sangat menyenangkan. Dan Pak Tri-lah yang dengan sabar menunjukkan pada saya bagaimana agar saya bisa menempatkan diri, di manapun saya berada. saya berterimakasih pada beliau.


Pengalaman lain bersama Pak Tri--Beberapa hari menjelang  kelulusan, saya semakin gusar, apakah saya akan melanjutkan sekolah atau cukup sampai disini? Pak Tri memanggil memanggil saya ke meja kerjanya. Masih dengan pertanyaan yang sama Apakah saya akan melanjutkan sekolah? Spontan saya jawab, Ya! meski dengan ragu-ragu. Pak Tri kemudian mengajukan dirinya untuk membantu saya mengurus BEASISWA PRESTASI LANJUTAN. Kata beliau, "Kalau kamu serius pengin lanjut, saya akan bantu," Dan beliau menepati janjinya. Semua berkas-berkas Beasiswa, saya serahkan kepada belaiu untuk diurus. Dan Berhasil. saya mendapatkan BEASISWA PRESTASI LANJUTAN seperti yang beliau katakan. satu masalah sudah teratasi, tinggal meyakinkan ORTU agar menyetujui niat saya untuk lanjut Sekolah. Dengan berbagai alasan dan sesekali berdebat, akhirnya mereka mengizinkan saya lanjut.

Pak Totok, guru SMP saya
Guru lain yang juga menjadi idola saya adalah, Pak Totok Sukamto. Pak Totok, Guru Akuntansi saya waktu kelas 3  sekaligus Wakasek bidang Kesiswaan adalah contoh guru yang sangat peduli terhadap anak didiknya. Paling tidak itu yang saya rasakan. Beliaulah yang mengajari saya bagaimana kedisiplinan itu mesti diterapkan meski dalam lingkup yang sangat sederhana. Ada yang khas dari beliau yang belum bisa saya lupakan adalah saat beliau telat datang mengajar, beliau meminta maaf. "Selamat Pagi Anak-Anak. Mohon Maaf saya sudah telat sepuluh menit", kata beliau jika terlambat masuk. Beliau juga yang menuntun saya agar bisa belajar lebih banyak hal diluar sekolah. Kalo boleh dibilang, "You're the best motivator, Sir..." Saya beruntung mendapat guru-guru seperti mereka-tanpa menafikkan guru-guru yang lain juga. 
----------------------------------------------------
Saya sempat berpikir, untuk apa mereka melakukan ini semua? Toh, kewajiban mengajar sudah mereka jalankan sebagaimana mestinya. Kalaupun mereka tidak menghiraukan saya setelah jam pelajaran, itu masalah lain. Tapi, mereka melakukannya. Mereka Sangat Peduli dengan keadaan saya sebagai seorang Murid dan seseorang yang butuh sesosok figur panutan. 

Kalau kemudian saya kaitkan dengan 9 point Kode Etik Guru Indonesia akan muncul pertanyaan, Apakah mereka--Pak Gun, Pak Tri, dan Pak Totok--profesional sebagai seorang guru? Jawab saya, Ya. Mereka Adalah sosok Guru-guru profesional. meski secara pengetahuan mereka tidak sepintar guru-guru yang lain, mereka punya nilai tambah dengan sedikit Ilmu Psikologi yang langsung mereka terapkan--meskipun mungkin tidak paham teorinya. Empati terhadap anak didik adalah keyword yang penting dalam proses ini. pun jika saya perhatikan lebih lanjut, dari kesembilan kode etik itu, 80 persennya adalah agar para guru menikmati proses persatuan antara diri dengan anak didik mereka, sisanya baru menuntut kecerdasan berpikir. 

Seorang guru memang harus cerdas. tapi jangan lupakan anak didik yang mungkin lebih cerdas. Di sinilah diperlukan adanya Proses empati itu. Merasakan keadaan orang lain, seolah-olah merasakannya sendiri. Seorang Guru memang haruslah Pintar, tapi jangan lupa bahwa tugas guru yang sebenarnya bukan mengajari, tetapi menuntun anak didiknya kepada pengetahuan baru, cara pandang baru. Pengetahuan Interpersonal wajib dimiliki seorang guru profesional. Tanpa itu, guru hanyalah seperti mesin penjawab pertanyaan. 
Contoh paling ekstrim yang pernah saya alami antara Guru yang berempati kepada siswanya dan tidak terjadi ketika saya duduk dikelas 5 SD. Guru Kelas yang galaknya mungkin setara dengan Hitler yang membumi-hanguskan musuh-musuhnya. Hampir semua siswa kelas saya tidak bisa mengembangkan diri alias bodoh-bodoh, meskipun guru yang mengajarnya lulusan S1. Sangat jarang pada sekitar tahun 1998an ada guru SD bertitle S1. Ternyata kecerdasan saja tidak cukup membuat siswa-siswanya cerdas. masih diperlukan variable lain yang lebih penting daripada sekedar mengajari, yaitu ikut dalam proses belajar mengajar bersama siswa-siwanya. dalam Kode Etik guru, ini di namakan komunikasi yang intensif dengan peserta didik dalam rangka mengenali kejiwaan sang murid. Sangat berbeda ketika kelas 6, ketika Guru Kelas cukup respect terhadap murid-muridnya. Hasilnya sangat berbeda....


 
Ya, guru Profesional seharusnya memang cerdas secara intelektual, emotional, maupun Spiritualnya. Semakin cerdasnya seorang guru, akan berdampak pada meningkatnya kualitas generasi mendatang. Tentunya ini akan merentet kepada isu-isu kebangsaan yang lebih besar. Saya pun berharap Guru-guru Profesional Indonesia mampu mengubah arah peradaban indonesia ke depan. Berharap saja memang tidak cukup tanpa selangkah tindakan nyata. Paling tidak, ini menjadi tindakan paling nyata yang saat ini saya lakukan. Bagaimana dengan Anda?

Toman Cafe, 12 Oktober 2010.

2 komentar:

TOTOK_YB2TDP mengatakan...

Terima kasih kamu masih ingat pada guru yang telah membimbingmu

Mursidi mengatakan...

Selalu dan selalu, pak. Semoga diberi keberkahan hidup, pak...