FILM "3 IDIOTS" DAN KRITIK SOSIAL

Dalam sebuah kuliah, Rancho (tokoh utama dalam film 3 idiot) berusaha menjelaskan definisi “mesin”. Dengan kata yang sederhana—dan contoh-contoh yang realistis—dia membahasakan kembali definisi “mesin”. Tapi penjelasan yang tidak sesuai dengan teks buku itu ditolak mentah-mentah oleh sang professor. Kata Rancho, “Pak, setidaknya haruslah kita memahami. Jika hanya meniru buku, apa gunanya?”. “Buku sudah memberikan definisinya. Jika kau ingin lulus, kau harus menuliskannya (seperti yang ada di buku)”, balas sang Profesor dengan sadisnya.

Hmm, sepenggal tadi hanyalah sedikit lakon dalam film “3 Idiot”. Film garapan Sutradara Karan Narvekar yang diproduksi oleh vinod chopra Film ini sarat dengan muatan “emansipatoris” yang mengajak semua orang untuk out of Book dalam memandang permasalahan kehidupan. Seperti kisah Raju Rastogi yang karena takut pada otoritas bapaknya yang menginginkan anaknya jadi insinyur, dia rela memendam bakat animal photography yang sudah dimilikinya. Atau kisah tentang Farhan Qureshi yang karena takut banyak hal—tekanan dari ibunya yang sudah tua, bapaknya yang sakit-sakitan, ditambah lagi kakaknya yang telat menikah—membuat ia semakin tertekan dan rela memakai “cincin-cincin ajaib” yang ia percaya mampu membantunya. Mereka hanya potret sebagian kecil orang yang terkungkung dalam system.

Kemudian disisi yang lain datanglah Rancho, a “out of book” person, yang mengajak mereka belajar bagaimana belajar. Belajar secara “seharusnya”. Bukan karena sesuatu yang di luar diri, tetapi yang terpenting dalam belajar adalah dorongan dari dalam.

Ya, Film memang menjadi media yang sangat menarik untuk melakukan kritik terhadap social masyarakat. Dalam konteks film ini adalah masyarakat india yang cenderung memandang orang dari keberhasilan akademis dan terlebih lagi, gelar insinyur mendapat porsi yang sangat besar dalam strata masyarakat. Dan, mungkin juga ini yang terjadi pada kita—mahasiswa UIN—yang sudah terjangkit wabah “modernism akademis”. Semuanya diukur dengan nilai. Seperti yang sering dipidatoka para pembesar, “Jika nilai anda tinggi, maka akreditasi Universitas kita akan naik, dan Nama UIN akan semakin BESAR.”

Waduh, sampai segitunya. Apapun pendapat anda mengenai Film ini, sangat layak jika bisa kita jadikan “kaca benggala” bagi diri sendiri. Selanjutnya sambil menonton Film ini, mari kita katakan, ALL IS WELL, ALL IS WELL, ALL IS WELL… maka semua akan baik-baik saja.

0 komentar: