Yogyakarta - Keberadaan alat pendeteksi lahar dingin yang dimiliki BPPTK sangat penting. Namun tanpa adanya pengamanan khusus, alat yang diletakkan di alam bebas ini rawan dicuri oknum jahil.
"Ya iya. Kalau ada oknum jahil ya hilanglah sudah," ujar Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandrio kala mengunjugi early warning system di Kali Boyong, Kuning dan Gendol, Rabu (17/11/2010).
"Ya iya. Kalau ada oknum jahil ya hilanglah sudah," ujar Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandrio kala mengunjugi early warning system di Kali Boyong, Kuning dan Gendol, Rabu (17/11/2010).
Alat early warning system ini bernama acoustic flow monitor (AFM). Sejumlah enam AFM, baru dipasang dua hari yang lalu di pinggiran Kali Boyong, Kuning dan Gendol, untuk melengkapi alat serupa yang sudah ada sejak tahun 1995.
Sekilas alat ini memang terlihat seperti antena televisi yang diletakkan di atas permukaan tanah, yang berada di pinggir suatu sungai. Secara visual, memang terlihat demikian. AFM terdiri dari kotak besi seukuran laci meja ukuran besar yang berada di atas permukaan tanah, berisi komponen elektronik.
Di atas kotak tersebut terdapat komponen berupa antena yang fungsinya untuk mentransmisikan gelombang GSM.
Jika dilihat lebih detil, maka di bawah kotak besi tersebut terdapat seismograf yang tertanam di dalam tanah. Seismograf ini akan memantau getaran yang ada dan untuk getaran tertentu (seperti pergerakan lahar dingin dengan debit besar, akan langsung memancarkan sinyal ke alamat tujuan yang telah diprogram.
Karena digunakan untuk memantau lahar dingin di lereng Merapi, maka AFM ini diletakkan di pinggiran sungai di alam bebas. Dari tiga alat yang dikunjungi oleh tim BPPTK, semuanya tertancap di antara semak-semak pepohonan dan cukup jauh dari pemukiman warga.
Padahal selain harganya mahal, fungsi AFM juga begitu besar. Dengan laporan dini yang disalurkan alat ini ke kantor BPPTK, maka masyarakat yang tinggal di sekitar sungai di daerah bawah memiliki waktu yang jauh lebih banyak untuk menyelamatkan diri.
"Dengan adanya alat ini maka kita memiliki waktu setengah jam untuk memberitahukan kepada masyarakat. Harganya satu rangkaian ini berkisar antara 50-100 juta," terang Subandrio.
Kurangnya sisi keamanan untuk AFM ini juga diakui oleh Wakil Kepala Satuan Tugas Penanganan Bencana Merapi, Irjen Pol Prasetyo yang juga turut melakukan peninjauan ke lokasi. Menurutnya jika tidak ada pengamanan khusus maka semuanya akan sia-sia, apalagi mengingat harganya yang mahal.
"Yang perlu menjadi catatan dari early warning system ini adalah bagaimana sisi keamanan dari alat ini. Bisa saja diberi jeruji besi atau dengan cara yang lain, yang membuat orang tidak dapat mencuri komponen dari alat ini," ujarnya di pinggiran Kali Gendol, Argomulyo, Cangkringan.
0 komentar:
Posting Komentar