Yogyakarta - Abu vulkanik muntahan Gunung Merapi cukup mengganggu aktivitas masyarakat Yogyakarta. Namun demikian, hal itu tak menghalangi Sunarto, tukang becak yang biasa mangkal di Universitas Gadjah Mada, untuk tetap mencari nafkah.
Jumat (5/11/2010) WIB, Sunarto bersama dua orang rekannya, Sulis dan Sutejo
tengah mangkal di sebelah selatan Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada. Padahal, ketika itu kampus UGM tengah lengang.
Situasi pun tengah tak kondusif. Abu dari Gunung Merapi yang menimpa kawasanJumat (5/11/2010) WIB, Sunarto bersama dua orang rekannya, Sulis dan Sutejo
tengah mangkal di sebelah selatan Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada. Padahal, ketika itu kampus UGM tengah lengang.
UGM, beterbangan diterpa angin.
Sunarto yang ketika itu mengenakan masker dan kacamata hitam menuturkan, ia
bersama rekannya tetap menjalani profesinya karena tuntutan ekonomi.
"Ada empat anak saya dan dua orang cucu tinggal satu rumah bersama saya," ujar Sunarto kepada detikcom.
Pria 54 tahun itu mengatakan, ia tidak khawatir akan sakit akibat efek dari
abu. Begitu pula dengan pihak keluarga. "Saya belum pernah sakit. Ya ini
disyukuri," katanya
Ada tagihan sewa rumah yang harus dibayar oleh pria yang tinggal di kawasan
Danurejan itu. Selain itu masih ada uang ujian putranya yang duduk di bangku SMP dan harus dilunasi.
"Uang sewa rumah paling lambat tanggal 10 (November). Kalau untuk ujian, saya diperbolehkan mengangsur," tandas dia.
Ini adalah hujan abu kedua yang mengguyur kota Yogyakarta dalam kurun waktu
sekitar sepekan terakhir. "Waktu dahulu (hujan abu yang pertama-red) saya bisa mendapatkan Rp 15 ribu," tukas Sunarto.
Hari ini, Sunarto mengaku baru mendapatkan uang Rp 5 ribu. Tapi hari ini nasibnya bisa dibilang lebih beruntung. Sebab, dalam dua hari sebelumnya dia praktis tidak mendapatkan apa-apa.
"Merapi, namanya alam, setiap beberapa tahun sekali selalu ada (letusan). Ya semoga ini jadi yang terakhir. Semoga yang di atas memberi pertolongan," kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar