The Virtual World of Neo-lioberalism; on the Today’s Dialogue

The Virtual World of Neo-lioberalism; on the Today’s Dialogue
Oleh: Mursidi Ali Rysad Arrasyd
“Ini Cuma permainan angka”, kata Mr. Robert Nozik di ruangan ber-AC dalam suatu kuliah. “Hal yang lebih besar dari itu adalah picik kita tentang hegemoni, kekuasaan, politik, and of course, Global Economy system. Ternyata ini hanya utopia untuk menutupi kejahatan terbesar kita. Menggeser kaum ultra-minimalis ke tataran paling pinggir. Anda tentu sadar bahwa apa yang bagaimana IMF, WTO, ataupun World Bank memainkan peranan penting dalam hal ini. Bagaimana mereka memaksa negara-negara miskin untuk mengambil dan menjalankan kebijakan neoliberalisme dalam tataran pasar bebas.”
“Bagaimana ini bisa terjadi, Pak? Bukankah John Maynard Keynes pernah menawarkan kompromi ‘politik ekonomi’ dengan metode campuran. Artinya tetap kita pakai liberalisme klasik karena toh kita tak bisa menghindarinya, tapi dengan catatan antara pemerintah dan swasta sama-sama memegang kunci. Jadi ada fairness dalam ekonomi kita”, Tanya Bob Sugeng Hadiwinata.
“Untuk lebih memahami logika ini, kita terlebih dahulu harus memetakan wilayah liberalisme dan Neo-liberalisme”, jawabnya singkat.
Ok, Sir. Lets talking about Liberalism and Neo-Libertalism. What the difference and the similarity? I think that is must be clear before climax of our class”, kembali Bob Sugeng bertanya penuh antusias. Mahasiswa lain masih dengan kening berkerutnya menyaksikan Bob sudah sejauh itu menggumuli materi Neo-liberalisme. Sementara itu, saya masih terus searching, barangkali dapat wawasan baru atau paling tidak mampu mengikuti arah perbincangan Mr. Robert dan Bob.
“Saya akan membuat tabel untuk memudahkan kita”, kata Mr. Robert sambil mulai memetakan pikirannya dalam white-board.
No
Matrik
Sistem liberalisme Klasik
Sistem Neo-Liberalisme
1
Sisi antropologis
v Manusia dianggap sebagai homo oeconomicus
v Manusia bebas memilih [otonom]


v  Homo oeconomicus dijadikan dasar untuk memahami tingkah laku manusia secara keseluruhan.
v  Kebebasan individu tetap dijunjung tinggi.
2
Peran Pemerintah
v Masih mengakui regulasi pemerintah untuk mengatur stabilitas ekonomi.
v  Menolak campur tangan pemerintah dalam wilayah ekonomi
v  Menolak semua bentuk aturan, UU, ataupun regulasi lain yang membatasi gerak pasar.
3
Pasar bebas
v Pasar bebas tetapi masih dalam batasan pemerintah
v  Pasar bebas, sebebas-bebasnya.
4
Peran swasta [pemodal]
v Masih dibatasi oleh negara
v Pembagian wilayah ekonomi antara Pemerintah dan swasta.
v  Menuntut adanya privatisasi [kalau perlu, wc umum juga dijadikan ladang bisnis tersendiri]
5
Transaksi ekonomi
v Sektor riil  dan sektor virtual sama-sama berjalan seiringan
v  Virtualisasi transaksi [terkonsentrasi pada wilayah perbankan dan bursa saham]

“Anda juga harus ingat, Mr. Bob, teori Reagonomics  and Thatcherisme[1]. Justru ketika dua teori ini berkembang, pihak pemilik modal semakin ekspansif. Hal ini tentu mengandaikan adanya pasar yang lebih luas dan luas lagi. Ketika suasana pasar dunia mengalami titik nadirnya pada tahun 1970-an. Embargo minyak yang dilakukan oleh negara-negara penghasil minyak Timur tengah membuat Eropa dan Amerika colaps. Di tengah kondisi inilah, wacana privatisasi itu semakin kentara. Negara—pada waktu itu—memang sedang mengalami kekacauan ekonomi. Pilihan untuk lebih libertarian merupakan wacana paling logis untuk menyelamatkan negara dari krisis itu.
Saat itu, Milton Friedman dengan lantang berkata, “The busines [task of businessman] is business [making money], whatever you do”. Dengan visi, dehumanisasi homo aeconomicus and virtualisation. Mari bermain dengan angka-angka saja, tinggalkan barang-barang murahan itu.” Jelas Robert pada mahasiswanya. Ia mungkin juga berharap kelak mereka akan menemukan ramuan baru pengganti Neo-liberalisme yang telah meracuni banyak pihak itu.
Virtualisasi, saya suka istilah ini. Ketika Finansial Capital  menjadi dasar baru dalam sebuah sitem ekonomi bernama Neo-liberalisme, barang menjadi tak penting lagi. Tren baru ini kemudian menempatkan sektor riil  ditataran bawah. Akibatnya, kapital hanya bergerak dalam wilayah perbankan dan bursa saham, jarang menyentuh wilayah ekonomi mikro sebagai penggerak sekunder ekonomi global. Maka tak jarang, para pemodal kecil akan colaps jika berhadapan dengan Pengusaha besar. Di sinilah the point of Neo-liberalisme dalam ekonomi global.
Banyak bagian yang berperan dalam masalah ini. Kalau saya boleh memetakan, ada tiga komponen dalam Neoliberalisme yang wajib kita disoroti. Pemerintah, Swasta [kapitalis besar], dan Pasar itu sendiri. Kekuasaan Pemerintah harus dikurangi atau bahkan dihapus sama sekali dari kegiatan ekonomi. Free trade, kata mereka. Subsidi terhadap rakyat juga musti dikurangi untuk mengurangi beban pemerintah dalam menggerakkan ekonomi nasional maupun global. Selain itu, pemerintah sebagai pemegang regulasi juga harus menghapus hambatan dan hukum perdagangan yang selama ini menyekat pasar global. Kemudian setelah ini dilaksanakan, privatisasi aset-aset negera juga perlu dilakukan. Bahasa kasarnya, negara nggak usah ngurus ekonomi, wilayah politik saja. Untuk wilayah ekonomi, biarkan para pengusaha itu mencari jalannya masing-masing. Nah, selanjutnya, pasar musti berkuasa. Harus dibuka seluas-luasnya. Hapus pajak, cukai, kuota, subsidi dan regulasi-regulasi lain. Biarkan pasar berkembang dalam gerak yang bebas. Syarat-syarat inilah yang harus ada jika mau menerapkan konsep Neo-Liberalisme di negara Anda.
Tapi Anda jangan lupa, akan ada kesenjangan sosial yang sangat amat tinggi. Karena sistem sosial baru akan terbentuk di sana. Para pemodal kecil akan gulung tikar karena tak akan mampu bersaing dengan Pemodal besar. Privatisasi aktivitas ekonomi juga akan memberi pengaruh pada buruknya kualitas layanan karena tidak ada kontrol lagi dari publik dan pemerintah. Anda juga mungkin akan berpikir tentang nasib ribuan buruh yang digaji tidak dengan semestinya. Dalam hal ini, pemerintah tak bisa ikut campur dalam ‘rumah tangga’ perusahaan swasta karena yang menentukan gaji adalah pengusaha pemilik modal. Dan seabrek dampak—yang menurut saya negatif—lain tentu saja masih mengintai dibelakang.
“Ok, Class. The time is up. Next, we’ll discuss about how the ethics on the capitalism and neo-liberalism era. See you”, sapa Mr. Robert mengakhiri kuliah.


Virtual World, December 20th, 2010




[1]Reagonomics atau reagenisme—diambil dari nama Ronald Reagen—merupakan paham ekonomi beraliran liberalisme klasik yang mengadopsi pemikiran filsuf Inggris, John Lock. Menurutnya, setiap orang bebas untuk bekerja, bebas mengambil kesempatan apapun, bebas mengambil keuntungan apapun, termasuk bebas untuk tidak bekerja, lebih memilih kehidupan yang tidak teratur, dan sebagainya. Intinya, setiap orang bebas untuk hidup, bebas, dan sejahtera menurut caranya sendiri. Sedangkan Thatcherisme—diambil dari nama Margaret Thatcher—adalah sistem ekonomi yang di gagas oleh Keith Joseph yang berhulu pada pemikir Adam Smith, sang Bapak ekonomi dan john S. Mill, sang pemikir liberal juga. Intinya, negara musti mengurangi kekuasaannya dalam kegiatan ekonomi.

0 komentar: