Dunia kampus, mahasiswa dan kegiatan berpikir sangat lah berkaitan erat. Jalinan ini lah yang dipilih Cak Nun sebagai topik untuk mengawali diskusi interaktif di FISIP Universitas Airlangga, kamis 11 September 2003. Cak Nun akan melakukan rekapitulasi dasar terlebih dahulu untuk kemudian sampai pada kunci-kunci berpikir untuk hidup.
===
Dunia kampus, mahasiswa dan kegiatan berpikir sangat lah berkaitan erat. Jalinan ini lah yang dipilih Cak Nun sebagai topik untuk mengawali diskusi interaktif di FISIP Universitas Airlangga, kamis 11 September 2003. Cak Nun akan melakukan rekapitulasi dasar terlebih dahulu untuk kemudian sampai pada kunci-kunci berpikir untuk hidup. Rekapitulasi ini menuntut penjelasan panjang yang komprehensif juga detail hingga menyangkut banyak topik yang saling berjalin kelindan. ‘Aqil Baligh
Cak Nun menegaskan bahwa opini atau pendapat sangat bergantung pada penilaian individu terhadap semua realitas di luar dirinya. Penilaian ini akan sampai pada persimpangan jalan yaitu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak pantas. Jawaban pasti akan persimpangan jalan dicapai dengan mengimplementasikan kualitas ‘Aqill Baligh” pada diri seorang manusia.
‘Aqil didefinisikan panjang yang akhirnya mengerucut pada satu titik, yaitu akal. Aqil adalah subyek yang mampu menggunakan akal dalam menilai, melihat, menyikapi dan melakukan suatu hal. Logika dan intelektualitas yang terangkum dalam akal semestinya dipacu bekerja untuk membuat formula untuk menilai dan memutuskan. Akal adalah suatu potensialitas rohaniyah yang harus digali sepanjang jaman, sebab hanya gejalanya saja yang mampu ditangkap. Akal itu bagaikan ujung jari Tuhan yang menyentuhkan cintanya pada kita untuk mentransfer cinta, silaturrahmi, janji kasih dan berbagai anugrah.
Baligh, oleh Cak Nun, didefinisikan sebagai seseorang yang mampu mencapai sesuatu dengan menggunakan akalnya. ‘Aqil Baligh inilah yang menjadikan pencapaian, keputusan dan tindakan manusia dapat dipertanggungjawabkan.
Sunnatullah dan Qudroh
Motivasi individual yang lahir tidak murni lagi, sebab opini publik lah yang mempengaruhi mahasiswa. Opini terhadap stratifikasi fakultas dan jurusan hanya berdasarkan potensi kesuksesan materi yang timbul, misalnya jurusan kedokteran lebih marketable daripada jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Sedangkan masyarakat sendiri sebagai penentu opini publik masih berposisi sebagai obyek dalam segala hal. Terlebih mahasiswa, sebagai salah satu partikel dari masyarakat masih sebagai obyek dalam setiap lini permasalahan yang ada saat ini.
Mengacu pada pertanyaan yang dilemparkan Cak Nun pada paserta diskusi tentang motivasi individual dalam memilih kuliah di FISIP UNAIR, akhirnya ditemukan perbedaan motivasi dalam dua kelompok besar. Terdapat mahasiswa yang memilih fakultasnya karena sesuai dengan keinginannya, juga mahasiswa yang terpaksa kuliah di fakultasnya karena tidak diterima di fakultas pilihannya. Lantas akan muncul pertanyaan mendasar tentang nasib akibat perbedaan motivasi ini. Apakah mahasiswa yang terpaksa dan mahasiswa yang benar-benar ingin nantinya akan berjumpa dengan nasib yang berbeda ? Adakah korelasi antara motivasi, keinginan, keterpaksaan dengan kejelasan nasib masa depan seseorang ?
Berpegang pada kualitas ‘Aqil Baligh ini lah, konsep nasib yang berbeda pada setiap mahasiswa hanya karena perbedaan jurusan yang diambilnya dapat disangkal. Sebab nasib bergantung pada kualitas diri dan kemandirian seseorang. Cak Nun menyangkal adanya konsep nasib, lantas manawarkan wacana tentang Sunatullah dan Qudroh untuk mengganti posisi konsep nasib dalam perjalanan kehidupan manusia.
Fenomena alam dipinjam untuk menjelaskan konsep Sunatullah agar dapat langsung tertangkap maknanya, yaitu kejadian yang merupakan hukum alam. Sedangkan Qudroh dapat diartikan sebagai kejadian - kejadian di luar sunnah dan diluar hukum alam. Kenaikan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI adalah sebuah fenomena Qudroh. Topik ini menjadi titik tolak untuk membahas carut marut politik negara kita.
Pernyataan tersebut bukan emosional. Sebab dengan cara membongkar satu persatu syarat kualitatif menjadi seorang presiden pada diri Megawati Soekarnoputri, maka pernyataan itu logis adanya. Syarat pertama adalah memiliki visi dan misi, lalu kerdibilitas (posisi yang dapat dipercaya di wilayah publik), dan kapabilitas (kemampuan dan kecakapan), juga memiliki moral. Oleh sebab Megawati tidak memiliki kualitas barang satupun, maka fenomena kenaikannya menjadi presiden layak disebut Qudroh.
Kebenaran, Kebaikan, dan Keindahan.
Adalah sebuah kewajaran menurut Cak Nun bahwa rakyat yang bodoh dan membodohkan dirinya sendiri akan mendapatkan presiden yang bodoh. Dan rakyat yang pintar akan mendapatkan presiden yang pintar. Sebab kesejatian tidak akan muncul jika tidak terlihat oleh mata kesejatian.
Mata kesejatian terbuka bila kunci-kunci berpikir dan bertindak telah berpendar dalam laku keseharian. Setiap keputusan dan tindakan yang bersumber dari pemikiran yang benar, lantas menggunakan etika untuk bercermin, kemudian memancarkan keindahan dalam setiap detail gerakannya, akan dapat melahirkan kesucian pikir dan kesucian hati Kesucian pikir malahirkan pandangan yang obyektif, dan kesucian hati melahirkan sikap yang jujur.
Ketiga hal yang saling bertautan inilah yang dijadikan sebagai kunci-kunci berpikir untuk hidup. Bertindak yang benar, sekaligus baik, dan memancarkan keindahan lah yang menjadikan seorang pemimpin mempunyai kecakapan dalam berkomunikasi dengan bahasa pendidikan, bahasa seni, dan bahasa budaya.
Menjalani hidup hanya ada dua cara yaitu : sabar dan syukur. Kegagalan diolah dengan sikap yang sabar, sedangkan nikmat dikunyah dengan rasa bersyukur. Nilai sabar dan syukur memiliki banyak cabang yang luas jangkauannya. Bahkan pada sebuah cerita legenda pun dapat kita punguti remah-remah hikmahnya.
Legenda Ande-Ande Lumut menjadi cerita yang jernih untuk bercermin. Cerita ini dipakai sebagai analog untuk menjelaskan tindakan Ande-Ande Lumut yang seharusnya sabar menunggu, tidak lantas mengundang para klenting untuk melamarnya seperti yang dilakukan Cak Nurcholis Madjid dalam hal pencalonan dirinya sebagai persiden yang tidak sabar menunggu partai-partai untuk melamarnya. Bukan dirinya yang menawarkan diri pada partai.
Pada dasarnya Cak Nun tidak menolak seorang begawan menjadi raja, atau kaum idealis masuk bursa politik, asalkan sang begawan tidak lantas larut dalam persaingan.
Sikap Klenting Kuning dalam mendapatkan Ande-Ande Lumut dapat dijadikan cermin yang jernih untuk mendapatkan makna sikap yang tahan uji. Tidak ada pemanfaatan pihak luar dalan sikap itu seperti yang dipilih oleh Klenting Merah, dengan menggunakan Yuyu Kangkang sebagai tumpangannya.
Kemandirian bersikap terpantul dalam cerita leganda ini. Kemandirian ini dapat digenggam, bila kualitas ‘Aqil Baligh yang bersandar pada kebenaran, etika dan estetika telah dimanifestasikan dalam sikap dan keputusan.
Akan kemana gerakan mahasiswa ?
Pendidikan tinggi di Indonesia telah lama dijajah oleh globalisasi. Globalisasi menghendaki kampus menjadi mandiri dengan menjalankan privatisasi kampus. Konsekuensi ini tidak harus ditelan oleh pendidikan kita bila suntikan dana pada pos-pos yang kurang esensial dapat dialokasikan untuk biaya pendidikan. Privatisasi kampus membawa mahasiswa jauh dari realitas masyarakat disekelilingnya.
Sudah saatnya mahasiswa memformulasikan ulang idealisme dan identitasnya yaitu tetap menomorsatukan kaum duafa. Komuniksai yang mesra antara mahasiswa dan masyarakat perlu diretas kembali.
Kekuatan mahasiswa selain pada intelektualitasnya. Juga pada jaringan yang terjalin antar sesama mahasiswa. Jaringan ini yangmemungkinkan terjadi komunikasi yang intens antar mahasiswa dan visi gerakannya.
Bahkan wacana revolusi dilempar Cak Nun untuk menggugah semangat mahasiswa yang sebelumnya diliputi pesimisme terhadap masa depan bangsa. Revolusi yang mungkin terjadi adalah revolusi atas-bawah yang memungkinkan terjadi arus balik. Peperangan policy antar pemimpin potensial terjadi dalam revolusi yang semacam ini.
Mahasiswa yang saat ini berkuliah, harus menciptakan proses yang maksimal untuk dirinya sendiri, lingkungan kampusnya, juga lingkungan sekitarnya, agar lima samapi sepuluh tahun lagi siap pakai. Mahasiswa lah yang akan menjadi aktor perubah kondisi pemerintahan dan kehidupan secara menyeluruh di masa depan.
[] phel, maiyah.com.-sby
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar