“Kita sekarang sedang berada di puncak kebusukan zaman, gendeng-gendenge zaman yang nanti akan menjadia tletong (kotoran, red). Kalau sudah seperti itu sekarang tergantung kepada anda, siap menanam apa tidak. Kalau mulai sekarang bibit/benihnya sudah anda siapkan berarti nanti tanamana anda akan ada pupuknya”.
“Kita sekarang sedang berada di puncak kebusukan zaman, gendeng-gendenge zaman yang nanti akan menjadia tletong (kotoran, red). Kalau sudah seperti itu sekarang tergantung kepada anda, siap menanam apa tidak. Kalau mulai sekarang bibit/benihnya sudah anda siapkan berarti nanti tanamana anda akan ada pupuknya”.
“Kebanyakan orang sekarang mengorbankan dirinya untuk menjadi kotoran yang akan menjadi “pupuk” untuk masa yang akan datang. Begitu banyak mayat dimana-mana, begitu banyak kematian dimana-mana, yaitu banyak orang hidup tetapi mati. Maksudnya, hatinya tidak karu-karuan, fikirannya tidak berfungsi apa-apa kecuali hanya terfokus untuk mencari kekuasaan semata”.
Begitu pengantar Cak Nun memulai pengajian Padhang mBulan tanggal 15 Februari 2003 yang rutin diselenggarakan setiap tengah bulan qomariah di kediaman ibundanya Hj. Halimah di Desa Menturo kec. Sumobito, Jombang.
Kita sudah sampai pada puncak akhlaqus syayyiah. Di bidang politik sampai hari ini tetap yang terjadi adalah pertarungan-pertarungan yang tidak fair. Di bidang ekonomi kita semakin menjadi penggadai negara, penggadai harta rakyat, dan semakin tidak mandiri. Bahkan kita sangat tidak menyiapkan bangsa kita untuk menghadapi masa depan, sehingga yang bisa kita lakukan sekarang adalah menunggu sampai pasca 2004-2006.
Sementara itu, sebuah kekuatan besar sudah mulai mengancam di depan kita. Sekedar informasi, sesungguhnya kalau Iraq dan Afganistan diserang oleh AS itu bukan karena Islam sedang dimusuhi. Karena AS tahu bahwa tanpa dimusuhipun umat Islam akan lemah dengan sendirinya karena tidak adanya ukhuwah diantara mereka. Oleh karena itu kita jangan Ge-Er bahwa kita sedang dimusuhi oleh negara yang besar itu. Maksudnya, memang kita dimusuhi tetapi dalam arti kita hanya dirampok. Dirampok fikiran dan iman kita melalui idiologi-idiologi baru. Dan yang paling banyak adalah dirampok harta dan kekayaan kita. Jadi yang terjadi sesungguhnya adalah proses kapitalisasi.
Penyerangan terhadap Iraq yang akan dilakukan oleh AS sekarang ini tidak ada hubungannya dengan senjata pemusnah masal, apalagi secara langsung dengan Islam. Tetapi itu berhubungan dengan kilang minyak dan upaya AS untuk mempertahankan hegemoninya dari China karena AS melihat bahwa musuh yang sebenarnya setelah komunisme adalah RRC. Negara komunis yang sekarang berpakaian demokrasi. Jadi musuh AS tetap komunisme tetapi sekarang ini komunis yang lebih berbahaya karena tidak kelihatan komunisnya. Ini bisa kita lihat bahwa RRC adalah negara yang berwatak naga yang diam-diam tanpa banyak bicara tetapi produk-produknya sudah menguasai pasar dunia mengalahkan Jepang, Korea dan AS sendiri.
RRC bahkan telah membuat dollar palsu sangat banyak yang membuat AS terancam bangkrut sehingga terpaksa harus mengeluarkan cadangan emasnya. Jadi penyerangan AS terhadap Afganistan dan sebentar lagi Iraq adalah untuk itu, yaitu untuk mempertahankan hegemoninya. AS melihat bahwa letak kedua negara tersebut sangat strategis untuk kepentingan itu, karena berada di Timut Tengah bagian utara atau selatannya RRC, maka dari situlah AS dimasa yang akan datang akan mempertahankan kekuasaannya dari RRC.
Oleh karena itu, kalau kita bicara masalah bangsa dan negara maka yang harus kita lakukan adalah membangun kembali Majapahit, karena hanya Majapahit yang didalam sejarah mampu melawan kekuasaan China. Bagaimana caranya? Caranya kita harus mau meninggalkan Mataram. Sebab yang berlaku pada kita sekarang ini adalah Mataram, yaitu sifatnya mataram, budayanya mataram, munduk-munduke mataram dan munafiknya mataram. Artinya kita harus membangun satu pemerintahan dengan kekuatan pesisir dan kelautan sehingga Khubilai Khan (kekuasaan dari luar) tidak bisa masuk kesini.
Kekuatan-kekuatan dari sana sebenarnya sudah bisa kita tahan pada waktu itu. Bahkan Thailand Selatan, seluruh Malaysia, Filipina bagian selatan dan Myanmar adalah bagian dari Majapahit. Kalau Mataran, dia hanya kecil di Jawa Tengah, itupun harus dibagi dua dengan Perjanjian Gianti antara Paku Buwono dan Hamengku Buwono. Dan itupun masih pecah lagi dengan Mangkunegoro dan Pakualaman. Nah, mental kita adalah mental Mataram seperti itu.
Dari sudut itu sebenarnya bangsa Indonesia masih punya jalan untuk membangun kembali kesatuannya guna mempertahankan diri dari musuh yang akan datang. Pertanyaannya, adakah kemauan dari kita untuk itu?
Pak Amien Rais, Gus Dur, dan pemimpin-pemimpin kita yang lain mestinya menjelaskan hal seperti ini kepada masyarakat. Tidak peduli apakah dia orang PAN, apakah dia orang PKB atau yang lainnya yang penting mari kita bersama-sama bersatu-padu membela bangsa dan negara ini dari ancaman-ancaman yang kini sedang mengincar kita itu. Tidak seperti sekarang, kalau ada politisi bicara isinya pasti cacat-cacatan dan mencari kesalahan pihak lain secara sepihak demi keuntungan kelompoknya. Bahkan saya yang tidak ikut apa-apa ditulis-tulis di koran seakan-akan saya ikut. “Jadi di Indonesia ini kalau anda kebetulan melewati sekelompok kambing dan berhenti sebentar disitu maka akan dikatakan orang bahwa anda sekarang adalah kambing. Itu semua terjadi karena kita belum bisa bersikap dewasa dalam memandang sesuatu “, tutur Cak Nun mengomentari simpang-siur anggapan beberapa kalangan yang menuduh beliau berada di belakang kelompok yang menakan dirinya (kalau memang ada, red) Front Penyelamat Bangsa Indonesia bentukan Fuad Bawazir dan Rachmawati Sukarnoputri.
Kita Adalah “Sumanto”
Maka inilah puncak kegilaan zaman. Yang baik menemukan bentuk gendeng-nya dan yang jelek juga menemukan bentuk kegilaannya. Allah sudah menunjukkan kepada kita fii quluubihim marodun fazada humullahu marodo, bahwa kita telah sampai kepuncak akhlaqus sayyiah yang dilambangkan oleh para politisi kita, yang kedua oleh Inul dan yang nomor tiga oleh Sumanto. Sumanto dari Purbalingga itu diangkat oleh Allah kepermukaan hanya untuk menunjukkan kepada kita bahwa kita semua ini sebenarnya adalah “sumanto”.
Kalau kita berfikir kuantitatif, berfikir jizmiah atau jasmaniah, maka memang apa yang dilakukan oleh Sumanto itu luar biasa jahatnya. Tetapi kalau kita berfikir kualitatif, berfikir nilai dan melihatnya dari jarak akhlak maka akan melihat bahwa inilah puncak dari kegilaan zaman. Sumanto bukan orang yang paling gila, dia hanya mencerminkan bahwa sesungguhnya yang namanya kanibalisme itu telah terjadi disegala bidang. Sudah merajalela sampai ke bidang politik dan ekonomi. Bahkan yang dilakukan oleh AS terhadap Iraq itu adalah satu jenis peradaban kanibal yang luar biasa.
Kita sudah sampai ke puncak itu. Puncak amenangi jaman edan, wong kang ora melu edan ora keduman. Tetapi kita tidak usah khawatir sebab justru yang tidak ikut edan itulah yang nanti akan lebih keduman, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi dalam jangka yang lebih panjang, dibanding dengan yang ikut edan. Man yattaqillah yaj’al lahuu makhrojan wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.
Untuk itu satu-satunya cara adalah kita harus bersatu untuk membangun kembali Majapahit. Kita harus bersikap dewasa antar sesama madzhab, antar sesama golongan dan kelompok, mulai dari tentara, polisi, orang pemerintah, politisi dan tokoh agama serta semua kalangan kebudayaan dan intelektual demi terciptanya rekonsiliasi generasi baru Indonesia, The New Generation of Indonesian Next, untuk berkumpul membangun lingkaran (maiyah) Majapahit tersebut. Sebab waktu kita tidak banyak. Kalau mulai sekarang kita tidak siap akan melakukan apa setelah tahun 2006 maka pada tahun 2008 nanti kita akan kembali kecelik dan melongo lagi karena keadaan bangsa dan negara kita masih saja terbelit dengan permasalahan-permasalahan yang sama seperti yang sedang dihadapinya saat ini.
Majapahit Yang Mana?
Majapahit yang mana yang harus kita bangun kembali? Majapahit versi Raden Wijaya-kah atau Majapahit versi Hayam Wuruk dan Gajah Mada? Ataukah Majapahit versi Raden Patah beserta para Wali (setelah menjelma menjadi Demak) yang Cak Nun inginkan? Menjawab pertanyaan tersebut Cak Nun mengatakan, “kalau saya boleh menjawab secara pribadi, maka kita harus menggali semua lingkaran Majapahit dari setiap tahap sejarahnya”.
Bisa saja kita menggunakan strategi Raden Wijaya dengan membiarkan Kertanegara yang merasa sakti untuk gelut dan akhirnya kalah melawan Jayakatwang dari Kediri. Kemudian ketika Khubilai Khan datang kita biarkan saja dia menyerang Kediri dan baru kemudian ketika akan kembali ke negaranya kita hancurkan ramai-ramai di pantai Tuban.
Tetapi tidak menutup kemungkinan kita juga mengambil hal-hal yang positif dari Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Yaitu kerendahatian Hayam Wuruk dan keunggulan Gajah Mada didalam melakukan strategi-strategi yang luar biasa dengan peralatan yang masih sangat sederhana pada waktu itu. Meskipun pasti nanti akan terjadi perdebatan-perdebatan bahwa apa yang dilakukan oleh Gajah Mada itu adalah tindakan imperalisme dan kolonialisme, tetapi itulah yang harus kita pelajari sungguh-sungguh karena ternyata soal mental dan profesionalisme yang tidak ada pada kita.
Majapahit versi yang mana, kalau begitu, yang akan kita bangkitkan kembali? Itulah yang harus dirumuskan oleh kelompok-kelompok yang tergabung dalam gerakan Rekonsiliasi Generasi Baru Indonesia tadi. Yaitu dengan mencari moderasi dan sintesisnya supaya etos ke-majapahit-an bisa kita temukan kembali. Termasuk juga belajar kepada Raden Patah dan bapaknya, sehingga Majapahit yang akan kita bangun nanti adalah Majapahit yang sudah di-ambus wali.***
“Kita sekarang sedang berada di puncak kebusukan zaman, gendeng-gendenge zaman yang nanti akan menjadia tletong (kotoran, red). Kalau sudah seperti itu sekarang tergantung kepada anda, siap menanam apa tidak. Kalau mulai sekarang bibit/benihnya sudah anda siapkan berarti nanti tanamana anda akan ada pupuknya”.
“Kebanyakan orang sekarang mengorbankan dirinya untuk menjadi kotoran yang akan menjadi “pupuk” untuk masa yang akan datang. Begitu banyak mayat dimana-mana, begitu banyak kematian dimana-mana, yaitu banyak orang hidup tetapi mati. Maksudnya, hatinya tidak karu-karuan, fikirannya tidak berfungsi apa-apa kecuali hanya terfokus untuk mencari kekuasaan semata”.
Begitu pengantar Cak Nun memulai pengajian Padhang mBulan tanggal 15 Februari 2003 yang rutin diselenggarakan setiap tengah bulan qomariah di kediaman ibundanya Hj. Halimah di Desa Menturo kec. Sumobito, Jombang.
Kita sudah sampai pada puncak akhlaqus syayyiah. Di bidang politik sampai hari ini tetap yang terjadi adalah pertarungan-pertarungan yang tidak fair. Di bidang ekonomi kita semakin menjadi penggadai negara, penggadai harta rakyat, dan semakin tidak mandiri. Bahkan kita sangat tidak menyiapkan bangsa kita untuk menghadapi masa depan, sehingga yang bisa kita lakukan sekarang adalah menunggu sampai pasca 2004-2006.
Sementara itu, sebuah kekuatan besar sudah mulai mengancam di depan kita. Sekedar informasi, sesungguhnya kalau Iraq dan Afganistan diserang oleh AS itu bukan karena Islam sedang dimusuhi. Karena AS tahu bahwa tanpa dimusuhipun umat Islam akan lemah dengan sendirinya karena tidak adanya ukhuwah diantara mereka. Oleh karena itu kita jangan Ge-Er bahwa kita sedang dimusuhi oleh negara yang besar itu. Maksudnya, memang kita dimusuhi tetapi dalam arti kita hanya dirampok. Dirampok fikiran dan iman kita melalui idiologi-idiologi baru. Dan yang paling banyak adalah dirampok harta dan kekayaan kita. Jadi yang terjadi sesungguhnya adalah proses kapitalisasi.
Penyerangan terhadap Iraq yang akan dilakukan oleh AS sekarang ini tidak ada hubungannya dengan senjata pemusnah masal, apalagi secara langsung dengan Islam. Tetapi itu berhubungan dengan kilang minyak dan upaya AS untuk mempertahankan hegemoninya dari China karena AS melihat bahwa musuh yang sebenarnya setelah komunisme adalah RRC. Negara komunis yang sekarang berpakaian demokrasi. Jadi musuh AS tetap komunisme tetapi sekarang ini komunis yang lebih berbahaya karena tidak kelihatan komunisnya. Ini bisa kita lihat bahwa RRC adalah negara yang berwatak naga yang diam-diam tanpa banyak bicara tetapi produk-produknya sudah menguasai pasar dunia mengalahkan Jepang, Korea dan AS sendiri.
RRC bahkan telah membuat dollar palsu sangat banyak yang membuat AS terancam bangkrut sehingga terpaksa harus mengeluarkan cadangan emasnya. Jadi penyerangan AS terhadap Afganistan dan sebentar lagi Iraq adalah untuk itu, yaitu untuk mempertahankan hegemoninya. AS melihat bahwa letak kedua negara tersebut sangat strategis untuk kepentingan itu, karena berada di Timut Tengah bagian utara atau selatannya RRC, maka dari situlah AS dimasa yang akan datang akan mempertahankan kekuasaannya dari RRC.
Oleh karena itu, kalau kita bicara masalah bangsa dan negara maka yang harus kita lakukan adalah membangun kembali Majapahit, karena hanya Majapahit yang didalam sejarah mampu melawan kekuasaan China. Bagaimana caranya? Caranya kita harus mau meninggalkan Mataram. Sebab yang berlaku pada kita sekarang ini adalah Mataram, yaitu sifatnya mataram, budayanya mataram, munduk-munduke mataram dan munafiknya mataram. Artinya kita harus membangun satu pemerintahan dengan kekuatan pesisir dan kelautan sehingga Khubilai Khan (kekuasaan dari luar) tidak bisa masuk kesini.
Kekuatan-kekuatan dari sana sebenarnya sudah bisa kita tahan pada waktu itu. Bahkan Thailand Selatan, seluruh Malaysia, Filipina bagian selatan dan Myanmar adalah bagian dari Majapahit. Kalau Mataran, dia hanya kecil di Jawa Tengah, itupun harus dibagi dua dengan Perjanjian Gianti antara Paku Buwono dan Hamengku Buwono. Dan itupun masih pecah lagi dengan Mangkunegoro dan Pakualaman. Nah, mental kita adalah mental Mataram seperti itu.
Dari sudut itu sebenarnya bangsa Indonesia masih punya jalan untuk membangun kembali kesatuannya guna mempertahankan diri dari musuh yang akan datang. Pertanyaannya, adakah kemauan dari kita untuk itu?
Pak Amien Rais, Gus Dur, dan pemimpin-pemimpin kita yang lain mestinya menjelaskan hal seperti ini kepada masyarakat. Tidak peduli apakah dia orang PAN, apakah dia orang PKB atau yang lainnya yang penting mari kita bersama-sama bersatu-padu membela bangsa dan negara ini dari ancaman-ancaman yang kini sedang mengincar kita itu. Tidak seperti sekarang, kalau ada politisi bicara isinya pasti cacat-cacatan dan mencari kesalahan pihak lain secara sepihak demi keuntungan kelompoknya. Bahkan saya yang tidak ikut apa-apa ditulis-tulis di koran seakan-akan saya ikut. “Jadi di Indonesia ini kalau anda kebetulan melewati sekelompok kambing dan berhenti sebentar disitu maka akan dikatakan orang bahwa anda sekarang adalah kambing. Itu semua terjadi karena kita belum bisa bersikap dewasa dalam memandang sesuatu “, tutur Cak Nun mengomentari simpang-siur anggapan beberapa kalangan yang menuduh beliau berada di belakang kelompok yang menakan dirinya (kalau memang ada, red) Front Penyelamat Bangsa Indonesia bentukan Fuad Bawazir dan Rachmawati Sukarnoputri.
Kita Adalah “Sumanto”
Maka inilah puncak kegilaan zaman. Yang baik menemukan bentuk gendeng-nya dan yang jelek juga menemukan bentuk kegilaannya. Allah sudah menunjukkan kepada kita fii quluubihim marodun fazada humullahu marodo, bahwa kita telah sampai kepuncak akhlaqus sayyiah yang dilambangkan oleh para politisi kita, yang kedua oleh Inul dan yang nomor tiga oleh Sumanto. Sumanto dari Purbalingga itu diangkat oleh Allah kepermukaan hanya untuk menunjukkan kepada kita bahwa kita semua ini sebenarnya adalah “sumanto”.
Kalau kita berfikir kuantitatif, berfikir jizmiah atau jasmaniah, maka memang apa yang dilakukan oleh Sumanto itu luar biasa jahatnya. Tetapi kalau kita berfikir kualitatif, berfikir nilai dan melihatnya dari jarak akhlak maka akan melihat bahwa inilah puncak dari kegilaan zaman. Sumanto bukan orang yang paling gila, dia hanya mencerminkan bahwa sesungguhnya yang namanya kanibalisme itu telah terjadi disegala bidang. Sudah merajalela sampai ke bidang politik dan ekonomi. Bahkan yang dilakukan oleh AS terhadap Iraq itu adalah satu jenis peradaban kanibal yang luar biasa.
Kita sudah sampai ke puncak itu. Puncak amenangi jaman edan, wong kang ora melu edan ora keduman. Tetapi kita tidak usah khawatir sebab justru yang tidak ikut edan itulah yang nanti akan lebih keduman, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi dalam jangka yang lebih panjang, dibanding dengan yang ikut edan. Man yattaqillah yaj’al lahuu makhrojan wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.
Untuk itu satu-satunya cara adalah kita harus bersatu untuk membangun kembali Majapahit. Kita harus bersikap dewasa antar sesama madzhab, antar sesama golongan dan kelompok, mulai dari tentara, polisi, orang pemerintah, politisi dan tokoh agama serta semua kalangan kebudayaan dan intelektual demi terciptanya rekonsiliasi generasi baru Indonesia, The New Generation of Indonesian Next, untuk berkumpul membangun lingkaran (maiyah) Majapahit tersebut. Sebab waktu kita tidak banyak. Kalau mulai sekarang kita tidak siap akan melakukan apa setelah tahun 2006 maka pada tahun 2008 nanti kita akan kembali kecelik dan melongo lagi karena keadaan bangsa dan negara kita masih saja terbelit dengan permasalahan-permasalahan yang sama seperti yang sedang dihadapinya saat ini.
Majapahit Yang Mana?
Majapahit yang mana yang harus kita bangun kembali? Majapahit versi Raden Wijaya-kah atau Majapahit versi Hayam Wuruk dan Gajah Mada? Ataukah Majapahit versi Raden Patah beserta para Wali (setelah menjelma menjadi Demak) yang Cak Nun inginkan? Menjawab pertanyaan tersebut Cak Nun mengatakan, “kalau saya boleh menjawab secara pribadi, maka kita harus menggali semua lingkaran Majapahit dari setiap tahap sejarahnya”.
Bisa saja kita menggunakan strategi Raden Wijaya dengan membiarkan Kertanegara yang merasa sakti untuk gelut dan akhirnya kalah melawan Jayakatwang dari Kediri. Kemudian ketika Khubilai Khan datang kita biarkan saja dia menyerang Kediri dan baru kemudian ketika akan kembali ke negaranya kita hancurkan ramai-ramai di pantai Tuban.
Tetapi tidak menutup kemungkinan kita juga mengambil hal-hal yang positif dari Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Yaitu kerendahatian Hayam Wuruk dan keunggulan Gajah Mada didalam melakukan strategi-strategi yang luar biasa dengan peralatan yang masih sangat sederhana pada waktu itu. Meskipun pasti nanti akan terjadi perdebatan-perdebatan bahwa apa yang dilakukan oleh Gajah Mada itu adalah tindakan imperalisme dan kolonialisme, tetapi itulah yang harus kita pelajari sungguh-sungguh karena ternyata soal mental dan profesionalisme yang tidak ada pada kita.
Majapahit versi yang mana, kalau begitu, yang akan kita bangkitkan kembali? Itulah yang harus dirumuskan oleh kelompok-kelompok yang tergabung dalam gerakan Rekonsiliasi Generasi Baru Indonesia tadi. Yaitu dengan mencari moderasi dan sintesisnya supaya etos ke-majapahit-an bisa kita temukan kembali. Termasuk juga belajar kepada Raden Patah dan bapaknya, sehingga Majapahit yang akan kita bangun nanti adalah Majapahit yang sudah di-ambus wali.***
Reportase: Rudd - Blora.
0 komentar:
Posting Komentar