Pepatah “AKSAYUSHA”


“Gupak Pulute, Ora Mangan Nangkane”

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti tidak makan nangkanya, tetapi kena getahnya. Secara luas, pepatah Jawa ini ingin menunjukkan sebuah peristiwa atau kiasan yang menggambarkan akan kesialan seseorang karena ia tidak menikmati hasilnya, tetapi justru menerima resiko buruknya. Dapat dicontohkan, ada seseorang yang tidak tahu apa-apa tentang persoalan yang sedang terjadi di lingkungannya, namun tiba-tiba ia dikorbankan. Mungkin sekali ia dikorbankan karena ketidaktahuannya itu. Sementara orang lain mengambil manfaat dari perkara itu bisa melenggang dengan merdeka seperti tanpa dosa.
Sasha Café, Karangmalang - Meja No. Setunggal

Mari dengarkan! Saya mau berorasi dalam tulisan yang diam ini. Akan saya jelaskan panjang dan lebar tentang makna terdalam dari pepatah jawa di atas. Tulisan singkat ini ada di masing-masing meja di Café Mbak Sasha, Karangmalang. Utara UNY (Universitas Ngeri Ya). Dan masing-masing meja mempunyai “pesan” pepatah yang berbeda-beda. Kebetulan saat ini saya duduk di meja no. 01 (ada tulisannya setunggal). Meja paling pojok bagian selatan dekat dengan kamar mandi, WC, toilet, dan Musholla juga. Awalnya, memang hanya iseng melihat nomor meja karena sedari tadi koneksi internet tidak bisa tersambung. Mas-mas waiter-nya juga hanya bisa pringas-pringis karena tidak paham masalah koneksi  internet (“Kalau koneksi dapur dan pesanan, saya paham,” katanya—maaf bagian ini saya karang sendiri). 

Apa lah boleh dibuat, saya kadung memesan seperangkat makanan dan minuman (rodo nelongso tapi ojo kondo-kondo). Makan dan minum sembari tetap ngotak-ngatik koneksi wireless. Sambil minum sambil on-off jaringan. Sambil ngunyah sambil pencat-pencet tombol CONNECT. Mesakke tenan. Ya sudah lah. 

Sembari tetap menunggu koneksi (Semangat pantang menyerah—karena sudah bayar seperangkat makanan dan minuman) Adzan Magrib sudah berkumandang lagi. Merayu-rayu lagi. Ya kemudian sudah, lah. Saya masih menyimpan dendam dalam-dalam terhadap koneksi internet di café ini. Bakal jadi menu utama dalam mantera-mantera kalamangsa senja-ku. Akan ku adukan langsung kepada sang Widi wasa. 

Maka, dengarkanlah baik-baik penjelasanku tentang pepatah tadi. Agar terungkap segala makna, terbuka tabir-tabir. Setiap huruf yang dirangkai dalam kata, kata-kata yang dirangkai dalam kalimat dan penjelasan, dapat anda tangkap isinya dengan baik dan menghasilkan kebijaksaan yang luar biasa. Sebagaimana yang banyak dijalani oleh para leluhur orang Jawa. Mereka menjadi bijak karena mereka terlebih dahulu mendengar sebelum banyak berkata-kata. Lebih banyak diam daripada mengumbar cerita. Lebih banyak memberi kesempatan daripada meminta. 

Kemudian, pesan saya yang kedua sebelum saya menjelaskan pepatah Jawa tadi, Setelah Anda dengarkan dengan seksama, renungkanlah, dan pahami dengan segenap pikiran dan akan Anda. Karena di zaman paling kontemporer seperti saat ini, banyak orang yang tidak bisa memaksimalkan apa yang ia dapat, apa yang telah ia perjuangkan, karena hanya berpacu dengan hal-hal yang bersifat materi dan belum beralih kepada sesuatu diluar materi yang membungkusnya. Something beyond everything. Jadi, kalau Anda benar-benar berniat mengambil pelajaran daripadanya, maka jangan terpaku pada apa yang akan saya sampaikan, tetapi carilah makna-rupa lain di dalamnya. Niscaya anda akan mendapatinya sebagai sesuatu yang kurang-lebih ada harganya.

Ketiga-kalinya, jika Anda dapat menangkap pesan baiknya, sampaikan kepada orang lain, ajarkan kepada orang lain, tularkan kepada orang lain, termasuk yang bukan orang. Karena ilmu tanpa Amal, bagai pohon tak berbuah. Tak berguna, mendingan mati saja. Memberi kesempatan kepada makhluk lain yang juga ingin hidup. 

Terakhir, ikhlaslah atas apa yang anda tangkap-terima dari pesan-pesan ini. Pun jika anda tidak mendapatkan apa-apa, ikhlaslah. Karena Ikhlas adalah puncaknya makrifat segala sesuatu. Penghujung senja jalan kebaikan menuju Tuhan.

Ehmm…

Sebelum berorasi tentang Pepatah Jawa di atas, saya mau memberitahu kepada anda sekalian bahwa saya sudah pindah ke meja No. 13. Berjudul “Wani Ngalah, Luhur Wekasane”. Jadi, saya tidak jadi menjelaskan pepatah Jawa No.1. Sampai jumpa lain kesempatan…[]

0 komentar: